Modus Perekrutan TKI/TKW Menempatkan NTT Darurat Perdagangan Orang, “Termasuk Kabupaten Ende”

Begitu banyak orang NTT yang menjadi korban perdagangan orang dengan modus perekrutan TKI dan TKW dengan upah layak. Tetapi dokumen pribadi dan keberangkatan mereka dipalsukan, sehingga keberadaan mereka di luar negeri terlepas dari pengawasan negara.

“Akibatnya, selama bekerja di luar negeri, mereka cenderung dieksploitasi, upahnya tidak dibayar karena sudah dibayarkan ke Calo yang merekrut mereka. Bahkan, kasarnya mereka diperbudak oleh sang Majikan. Selama bekerja, mereka juga kerap mendapatkan kekerasan dari berbagai segi. Bahkan ada yang menjadi korban kekerasan seksual,” ungkap Umbu.

Dirinya melihat adanya indikasi perdagangan orang dengan modus TKI/TKW di berbagai daerah di NTT. Salah satunya di Kabupaten Ende. Hal ini harus diantisipasi secara dini oleh pihak terkait terutama di lingkup tapak desa, kecamatan, kabupaten.

Karena sejumlah Perusahaan atau jasa petekrutan TKI/TKW yang menawarkan untuk bekerja di luar negeri harus diverifikasi agar diantisipasi keterlibatan perusahan atau jasa perekrutan, pengantaran dan pengiriman TKI/ TKW secara ilegal.

Baca Juga:  Kasus Agraria, DPRD Provinsi NTT Mati Angin

Ia mengatakan bahwa perlunya penguatan lapangan kerja berkelanjutan berbasis SDA di Kabupaten Ende yang bisa membuat orang tidak tertarik keluar dari kampungnya dan menjadi korban TPPO.

Di sisi hilirnya, pengetatan di kawasan pelabuhan dan bandara juga harus dilakukan. Jangan sampai terjadi ada oknum aparat yang justru memfasilitasi TPPO.

Orang NTT Jadi Korban Perdagangan Orang

Kalau dicermati, kata Umbu, salah satu alasan terkuat mengapa orang NTT merantau meski cenderung menjadi korban perdagangan orang, dengan modus perekrutan TKI/TKW ialah karena tanah yang mestinya mereka garap untuk menghidupi kehidupan mereka, dirampas negara atas nama pembangunan.

“Mata air dan sungai yang harusnya mengalirkan air ke sawah dan kebun warga, menjadi kering, karena proyek-proyek negara yang menggusur hutan. Dengan kondisi yang kian marak ini, masyarakat NTT terpaksa tidak punya pilihan lain, selain menjadi pekerja migran di luar negeri, meski menempuh jalur non prosedural,” jelas Umbu Wulang.

Baca Juga:  Refleksi Ekologis di HUT RI ke-78 : "Jalan Panjang Perjuangan Masyarakat Adat di NTT"

Hingga saat ini data Jaringan Cargo sejak Januari hingga Agustus 2023, menunjukan sudah 87 jenazah Pekerja Migram Indonesia (PMI) asal NTT yang sudah dipulangkan dalam keadaan meninggal dunia.

Realitas ini telah menunjukkan bahwa pembangunan di negeri ini, tidak hanya berorientasi pada kesejahteraan rakyat, tetapi juga berdampak pada terbunuhnya kemanusiaan.

“Jadi, memang tidak ada pengorbanan akan pembangunan seharga nyawa. Tetapi masyarakat adat NTT mengalaminya. Mereka terasingkan di atas tanahnya sendiri,” ungkap Calon DPD dari NTT yang setia berada di garis perjuangan melawan untuk menjaga alam dan tanah adat NTT ini.

Berbagai peristiwa miris ini pungkas Umbu Wulang Tanaamah Paranggi telah menjelaskan, betapa masyarakat adat selalu diperhadapkan dengan ancaman pembangunan.

Di mana pembangunan hadir bukan untuk menyejahterakan masyarakat adat melainkan hadir untuk menggusur ruang hidup mereka tanpa memperlihatkan rasa hormat, perlindungan dan pemajuan masyarakat adat.

Baca Juga:  Soal Waduk Lambo, Koalisi Aktivis HAM Maumere Mengutuk Tindakan Represi Aparat Keamanan

“Jadi, dalam refleksi saya sebagai aktivis lingkungan dan pemerhati masyarakat adat, meski sudah 78 tahun kemerdekaan Indonesia ini, sejatinya menggambarkan betapa masyarakat adat masih terus berjuang untuk kehidupan yang lebih baik,” ujarnya..

Padahal, di sisi yang lain, kata dia, negara harus melihat bahwa masyarakat adatlah pejuang ekologis sejati, yang berperan penting dalam menjaga hutan dan lingkungan Indonesia, agar manusia Indonesia tidak kekurangan oksigen dan kehilangan ruang-ruang penghidupan.

“Selamat merayakan 78 tahun kemerdekaan Indonesia. Mari terus merdeka dengan menjaga adat, budaya dan lingkungan kita hidup. Karena hanya itulah satu-satunya warisan paling berharga dalam sejarah bangsa Indonesia, yang bisa kita wariskan untuk anak cucu kita,” tutup Umbu.